Manisnya sawit pahit ekonomi masyarakat lokal Silat

Assalamualaikum wr..wb
Selamat malam rekan-rekan...


Baru saja bangsa Indonesia ini
merayakan Hari Kemerdekaan yang
ke-70. Perjuangan jutaan rakyat dan pejuang
bangsa yang berhasil mengusir penjajah dari
Bumi Pertiwi tentu memiliki jasa yang besar.
Namun, sepanjang 69 tahun berlangsung, lika-
liku kehidupan Indonesia sebagai sebuah
bangsa lebih sering terasa pahit ketimbang
manis.Aspek sentralisme kepemimpinan politik
dan ekonomi dari Jakarta begitu kental dan
mendominasi Indonesia. Seakan Indonesia
adalah Jakarta, dan Jakarta adalah Indonesia.
Banyak hasil kekayaan alam di berbagai
daerah di Indonesia, terutama di luar pulau
Jawa, disedot pemerintah pusat. Untuk
kemudian 80% di antaranya dipakai untuk
membiayai pembangunan di Jakarta dan
daerah-daerah pulau Jawa. Otonomi memang
sedang berlangsung saat ini.
Namun, otonomi daerah tak kunjung dibarengi
dengan desentralisasi keuangan dan
penggarapan potensi ekonomi. Daerah-daerah
di Pulau Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan,
misalnya, merupakan daerah industri berbasis
perkebunan kelapa sawit, bertahun-tahun
harus mengalami berbagai cukai, termasuk
cukai ekspor sawit oleh pemerintah pusat di
Jakarta. Tapi lihatlah pembangunan
infrastruktur di pulau-pulau itu: jalan tol Trans-
Sumatera entah jadi atau tidak; kereta api
Trans Kalimantan dan Trans Sulawesi
nyatanya hanya melalui beberapa kabupaten di
dua propinsi saja. Belum lagi Papua dan Papua
Barat yang alamnya disedot, tapi sampai
sekarang tak punya jalur keretaapi dan tol
yang menghubungkan satu kabupaten dengan
kabupaten lainnya.Nah, kalau pulau Jawa?
Saat ini saja pemerintah sangat antusias
membangun jalan tol yang sangat panjang,
dari propinsi Banten, lalu disambung ke
Jakarta, dan berakhir di Surabaya.Heran,
apakah kita di luar Jawa ini tak dianggap
bagian dari Indonesia ya? Sampai
kemerdekaan Republik Indonesia yang
keberapakah kita yang ada di luar pulau Jawa
ini bisa "semeriah" pulau Jawa dalam
pembangunan fisik?
Seiring bergulirnya waktu pembangunan di sekitar perkebunan sawit Silat Hilir juga sangat luar biasa pesatnya,sebagai contoh pabrik kelapa sawit yang berlokasi di Desa Baru Kec.Silat Hilir juga sebagai penggerak ekonomi nasional dan lokal tetapi masih berbanding terbalik dari harapan masyarakat sekitarnya. anehnya juga tenaga kerja yang seharusnya bisa direkrut dari masyarakat setempat perusahaan tidak memilih itu dan lebih memilih tenaga -tenaga luar dari daerah lain sehingga sulit sekali dari masyarakat lokal untuk mendapatkan pekerjaan.
Sementara semua lahan didaerah ini lebih dari 70 % dikuasai oleh perkebunan kelapa sawit.
Supaya dapur-dapur orang didaerah ini tetap mengepul asapnya jalan satu satunya yang bisa dikerjakan lagi selain berikan hanya menyadap karet yang kita tau harganya hanya RP 5-6000 perkilo.
"Bukan daerah kita tidak mau maju tapi berlaku adillah dengan masyarakat lokal setempat "..kata salah satu penduduk yang tidak mau disebutkan namanya.
Lebih memprihatinkan sekali di RT.07 Desa Baru tepatnya pas dilokasi pabrik sawit pengolah cpo yang dekat dengan penduduk lokal sampai penerangan/lampu saja tidak mau berbagi dengan penduduk didaerah tersebut.
Katanya ingin berbagi..
Katanya membangun ekonomi masyarakat...
Katanya .. Katanya dan katanya.
Masyarakat tidak berharap banyak,kita hanya perlu makan untuk mempertahankan hidup.
Roda kehidupan terus berjalan harapan demi harapan,kritikan demi kritikan kita lancarkan untuk Silat yang lebih baik lagi.

Mohon maaf jika ada tulisan dari SilatNews ini menyinggung dari salah satu pihak pembaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenis Jenis Ikan ringau alias Tigerfish

Pembukaan Porseni Gugus 1 Kecamantan Silat Hilir diNanga Silat

Kapal Feri Penyeberangan Dambaan Masyarakat Nanga Silat